Jam Digital

Sabtu, 31 Juli 2010

SERMALU KU


Aku mulai cerita ini dari setetes darah yang mengalir di atas hatiku atas nama cinta. Aku ini wanita yang hanya ingin merasa bahagia bersama sang cinta. Ku tersadar ternyata cinta itulah yang melukai kebahagianku. Segala yang ku lakukan teruntuk cinta itu ternyata hanya mendapatkan hal yang menyakitkan. Cinta tak bisa melihat dan merasakan pengorbanan hatiku. Bahkan aku telah kehilangan harga diri, lagi-lagi karena cinta. Kau penasaran kan mengapa aku terus bicara hal-hal tak baik tentang cinta itu. Yah, aku berat sekali untuk seedar mengatakan cinta. Huh, aku pikir ini bukan cinta? Hanya kebodohan seorang wanita menghadapi makhluk tuhan yang bernama laki-laki itu. Apakah kau pernah merasakan cinta? Cinta yang sekaligus membodohkanmu dengan segala tipu dayanya, lalu masihkah kau menyebutnya itu cinta? Aku sendiri bingung karenanya.

Mereka semua mengenal diriku seorang yang pintar, dewasa, dan teguh pendirian. Upz, mungkin mereka salah telah menilaiku seperti itu. Aku masih saja hidup dalam bayang masa laluku. Tak seorangpun mampu melepasku dari jerat masa laluku. Keinginanu kuat namun usahaku tak pernah berhasil. Detak, yah itu nama lelaki yan selama ini membuat jantungku berdetak tak karuan, walau hanya mendengar namanya saja. Aku berlebihan mungkin saat mengagumi seseorang, lalu menyamakannya dengan rasa cinta. Inilah awal kesalahan terfatal dalam hidupku. Detak telah membuatku kehilangan jati diriku sendiri. Arena Detak selalu menuntut kesempurnaan dari segala hal yang dia inginkan dan dia miliki. Sementara aku? Selalu saja hidup dalam keadaan serba kecukupan. Tampang pas-pasan, uang pas-pasan, dan body pun pas-pasan. Tapi hatiku sungguh melimpah dengan segala nilai kebaikan yang ditanamkan oleh kedua orang tuaku, namun sekarang tidak lagi (karena Tuhan telah memanggil mereka dengan caranya). Aku terlalu memaksakan diri menjadi cewek impian Detak. Bodohnya aku! Detak tak sedikitpun menganggapku ada. Pernah dia memberikan cermin penuh lumpur,  dengan maksud agar aku berkaca kalau aku ini lebih kotor dari lumpur. Lalu teman sekelasku menertawakanku dengan berlebihan. Kaca itu aku lempar ke lantai, HANCUR BERKEPING-KEPING, lalu ku ambil pecahannya tuk mengukir nama Detak dari darah yang mengalir pada sayatan tangan kiriku. Aku odoh kan! Kenak-kanakkan! Dan sama sekali tak berpendirian.  Lalu masih adakah yang peduli denganku? Tak ada!!! Biar aku dengan sermalu ku, terkurung abadi dalam hati. Hidup dengan serpihan masa lalu yang menyakitkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar